https://indoboclub.com/?ref=Rasyid
A. Pengertian Waqaf
A. Pengertian Waqaf
Waqaf secara sederhana dapat diartikan sebagai penghentian bacaan al-quran karena
sebab-sebab tertentu. Lawanya waqaf ialah washal,
yang berarti menyambung bacaan.
Waqaf menurut bahasa ialah al-Habs yang artinya menahan. Sedangkan menurut istilah, waqaf adalah:
ﻗﻄﻊ اﻟﺼﻮت ﻋﲆ اﻟﻜﻠﻤﺔ زﻣﻨﺎ ﻳﺴﲑا
ﻳﺘﻨﻔﺲ ﻓﻴﻪ ﻋﺎدة ﺑﻨﻴﺔ اﺳﺘﺌﻨﺎف اﻟﻘﺮاءة
Memutuskan suara
pada suatu kalimat dalam waktu tertentu, tidak begitu lama, kemudian mengambil
nafas satu kali dengan niat untuk memulai kembali bacaan al-Qur’an.[1]
B. Macam-Macam
Waqaf
Dilihat dari sebabnya, secara umum waqaf terbagi menjadi empat bagian,[2] yaitu:
- Waqaf Idl-thirari ( اﻟﻮﭬﻒاﻻﻀﻂﺮارﻲ
)
- Waqaf Intizhari (
اﻟوﻗﻒاﻻﻧﺘﻆﺎرﻲ )
- Waqaf Ikhtibari ( اﻟوﻗﻒ اﻻﺧﺘﺒﺎرﻲ )
- Waqaf Ikhtiyari (اﻟوﻗﻒ اﻻﺧﺘﺒﺎرﻲ )
1. Waqaf Idl-thirari
Idl-thirari Secara bahasa berasal dari kata dlarara
﴿ﺿﺮﺭ﴾, yang berarti darurat. Waqaf Idl-thirari menurut istilah ialah
:
ﻣﺎ ﻳﻌر ﺾ ﺑﺳﺒﺐ ﺿﻴﻖ اﻟﻨﻔﺲ وﳓوہ ﮐﻌﺠز
وﻧﺴﻴﺎن
Berhenti mendadak karena terpaksa,
seperti kehabisan, batuk dan lupa.[3]
Seorang qari yang
dalam keadaan darurat, seperti kehabisan nafas, batuk, atau lupa, boleh
menghentikan bacaan al-Qurannya dimana saja. Namun, ketika ia hendak memulai
lagi bacaannya, ada dua pilihan baginya:
a. Ia wajib memulai kembali bacaannya
dari kalimat sebelumnya yang cocok dan baik jika penghentian bacaan yang
dilakukanya tidak sempurna.[4]
Contoh, seseorang karena alasan darurat berhenti pada lafadz ﻋﻧﺪ dalam ayat:
ﺟﺰﺍﺆﮬﻢﻋﻨﺫﺭﺑﮬﻢ .... (اﻟﺒﻴـﻨﺔ: ٨)
Maka wajib baginya memulai kembali
bacaanya dari lafadz:
ﺟﺰﺍﺆﮬﻢ....
b. Ia boleh melanjutkan bacaan pada
kalimat berikutnya tanpa harus mengulang kembali bacaanya jika ia berhenti pada
tempat yang dibenarkan. Contoh, menghentikan bacaan pada akhir ayat berikut
ini:
ﺍﻟﻢ ﺗﺭﮐﻴﻑ ﻓﻌﻝ ﺭﺒﻙ ﺑﺎ ﺻﺣﺏ ﺍﻠﻓﯿﻝ ﴿ﺍﻠﻓﯿﻝ ׃١﴾
- Waqaf
Intizhari
Intizhari secara bahasa artinya menunggu. Waqaf
Intizhari menurut istilah adalah:
ﻫو ان ﻳﻘﻒ ﻋﻞ ﮐﻠﻤﺔ ﻟﻴﻌﻄﻒ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻏﲑﻫﺎ ﺣﲔ ﺟﻤﻌﻪ ﻻﺧﺘﻼف اﻟﺮواﻳﺎت
Berhenti
(menunggu) pada suatu kalimat guna dihubungkan dengan kalimat lain pada bacaan
yang tengah dibaca, ketika ia menghimpun beberapa qiraat dan ada beberapa
perbedaan riwayat.[5]
Jadi, Waqaf Intizhari terjadi tatkala kita
menghentikan bacaan pada lafazh/kalimat yang diperselisihkan oleh para ulama
qiraat tentang boleh-tidaknya berhenti pada lafazh/kalimat tersebut. Sebagian
ahli qiraat menyatakan boleh berhenti, tetapi sebagian yang lain melarangnya.
Untuk mempertemukan dua pendapat ini digunakanlah Waqaf Intizhari, yaitu dengan cara berhenti dulu pada
lafazh/kalimat tersebut,kemudian mengulang kembali bacaan dari lafazh/kalimat
sebelumnya. Selanjutnya, bacaan dapat dihentikan pada lafazh lain yang
disepakati bersama.
Contoh, seseorang
menghentikan bacaannya pada lafazh:
واﳊﺟﺎﺮة....
Dari ayat yang berbunyi:
ﻓﺎﺗﻘوا ﻟﻨﺎﺮ اﻟﱵ وﻗودﻫﺎ اﻟﻨﺎس واﻟﺣﺠﺎرة اﻋ ت ﻟﻠﻜﻔﺮﻳﻦا.....
( اﻟﺒﻘﺮة: ٢٤
)
Sebagian ulama qiraat menyatakan boleh
berhenti atau boleh terus pada lafazh tersebut, sehingga mereka menandainya
dengan tanda waqaf Ja-iz (ﺝ). Namun,
sebagian berpendirian lebih baik diteruskan/disambung lebih baik, sehingga
mereka menandainya dengan tanda waqaf
al-Washlu Aula
( ﺻﻞ ).
Untuk mempertemukan dua pendapat tersebut, bacaan dihentikan pada lafazh ﻮاﳊﺧﺎرة ,baru kemudian mengulanginya dari lafazh اﻟﱵ atau dari lafazh sebelumnya yang cocok dan baik.[6]
( ﺻﻞ ).
Untuk mempertemukan dua pendapat tersebut, bacaan dihentikan pada lafazh ﻮاﳊﺧﺎرة ,baru kemudian mengulanginya dari lafazh اﻟﱵ atau dari lafazh sebelumnya yang cocok dan baik.[6]
- Waqaf
Ikhtibari
Ikhtibari secara bahasa artinya memberi keterangan, berasal dari kata khabara ﴿ﺧﺒﺭ﴾ . Waqaf Ikhtibari
menurut istilah ialah :
ﻫﻮ ان ﻳـﻘﻒ ﻋﲆ ﻛﻠﻤﺔ ﻟﺒـﻴﺎن اﳌﻘﻂﻮع
واﳌوﺻﻮل اٶ ﺑﺴٶ ال ﻣﻤﺘﺤﻦ
اﻮ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻘﺎري ﮐﻴﻒ ﻳﻘﻒ
Berhenti
pada suatu kalimat untuk menjelaskan al-maqtu (kalimat yang terpotong) dan
al-maushul (kalimat yang bersambung), atau karena pertanyaan seorang penguji
kepada seorang qari yang sedang belajar bagaimana cara me-waqaf-kannya.
Misalnya pada ayat
yang berbunyi:
واﺗﻞﻋﻠﻴﻬﻢﻧﺒﺎابﲏادم
بﺎﳊق (اﳌﺎﺋﺪة: ٢٧)
Waqaf pada lafazh اﺑﻨﲏ
dalam ayat di atas tidak
diperbolehkan, kecuali untuk kepentingan pengajaran atau percobaan. Kalau
terpaksa harus di-waqaf-kan juga, maka kalimat tersebut seharusnya dibaca:
(dibaca: ibnain | ibnaiiiiiin) اﺑﻧﲔ
Yakni dengan tambahan nun ( ن ) pada ujung lafazh.[7]
Namun, apabila lafazh
tersebut dibaca bersambung dengan lafazh berikutnya atau berikutnya kita tidak berhenti pada lafazh tersebut, huruf nun hilang dan kita membaca sebagaimana tertulis di mushaf.[8]
tersebut dibaca bersambung dengan lafazh berikutnya atau berikutnya kita tidak berhenti pada lafazh tersebut, huruf nun hilang dan kita membaca sebagaimana tertulis di mushaf.[8]
Waqaf Ikhtibari pada satu sisi bermanfaat untuk menerangkan (khabbara) bahwa bisa jadi pada suatu lafazh tersebut dibaca washal. Dan dengan waqaf Ikhtibari, kita
dapat mengetahui keberadaan huruf tersebut.
- Waqaf
Ikhtiyari
Ikhtiyari berasal dari kata khayara ( ﺧﲑ
), yang berarti memilih. Waqaf Ihktiyari menurut istilah adalah:
ﻫو ان ﯾﻘﺼﺪ ﻟﺬاﺗﻪ ﻣن ﻏﲑ ﻋروض ﺳﺒﺐ ﻣن اﻻﺳﺒﺎب
Waqaf yang disengaja (atau dipilih)
bukan karena suatu sebab, seperti sebab-sebab di atas.[9]
Jadi, Waqaf Ikhtiyari adalah waqaf yang dipilih dengan sengaja oleh
seorang qari untuk menghentikan bacaan al-Qurannya pada suatu lafazh/kalimat.
Pilihannya untuk waqaf pada
lafazh/kalimat tersebut bukan karena alasan idl-thirari
(darurat), intizhari (menunggu),
atau ikhtibari (memberi ketenangan).
Keputusannya untuk waqaf semata-mata
merupakan hatinya sendiri.
Waqaf Ikhtiyari terbagi menjadi empat bagian,
yaitu:
a) Waqaf Tamm ( اﻟوقف اﻟﺖﺎ ﻢ
)
Secara bahasa, tamm artinya sempurna. Waqaf
Tamm menurut istilah ialah:
اﻟو قف ﻋﱃ ﻛﻠﻤﺔ ﻟﻢ يتﻌﻠق ﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﻫﺎ ﺑﻫﺎ وﻻ ﳡﺎ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﻻ ﻟﻔظﺎ وﻻ
ﻣﻌﲎ
Berhenti
pada kalimat (yang sempurna) yang tidak ada lagi kaitannya dengan kalimat/ayat
sesudahnya maupun sebelumnya, baik secara lafazh maupun makna. [10]
Waqaf Tamm biasanya terjadi
pada akhir ayat atau kisah. Dengan demikian, lanjutan ayatnya pun menjelaskan
suatu keterangan atau kisah yang baru, yang tidak lagi berkaitan secara lafazh
maupun makna. Merupakan hal yang baik sekali jika seorang qari memilih
menghentikan bacaannya pada Waqaf Tamm ini.
Sebagai contoh, seorang qari berhenti pada ayat berikut ini:
Sebagai contoh, seorang qari berhenti pada ayat berikut ini:
اﻮﻟٮك ﻋﲆﻫﺪ ﻰﻣڼ رﳢﻢ ﻮاﻮلٮك ھﻢ اﳌﻔﻠﺣﻮن
Mereka
itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung. (Q.S 2 al-Baqarah: 5)
Ayat ini
merupakan akhir dari suatu penjelasan tentang golongan orang-orang bertakwa.
Ayat selanjutnya, tidak lagi berkaitan, baik secara lafazh maupun makna, yaitu
ayat yang berbunyi:
ان اﻟﺬ ﲔﮐﻔرﻮاﺳﻮاءﻋﻠٮﻬﻢء
اند رتﻬﻢاﻢﻟﻢتند رﻫﻢﻻيٶﻣنون
Sesungguhnya
orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak akan beriman. (Q.S. 2 al-Baqarah: 6)
Tanda waqaf yang dapat dijadikan pedoman guna
menunjukkan bahwa waqaf pada tempat
tersebut tergolong sebagai Waqaf Tamm ialah
tanda waqaf Lazim ( ﻡ ), tanda waqaf Muthlaq ( ﻁ ), atau tanda waqaf al-Waqfu Aula ( ﻗلى ).
b) Waqaf Kafi
Secara bahasa, kafi
artinya cukup. Waqaf Kafi menurut istilah ialah:
اﻟﻮ ﻗﻒ ﻋﻞ ﻛﻠﻤﺔ ﱂﻳﺘﻌﻠﻖ ﻣﺎ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﺑﻫﺎ ﻮﻻ ﳡﺎ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﻟﻔﻆﺎ ﺑﻞ ﻣﻌﲎ ﻓﻘﻄ
اﻟﻮ ﻗﻒ ﻋﻞ ﻛﻠﻤﺔ ﱂﻳﺘﻌﻠﻖ ﻣﺎ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﺑﻫﺎ ﻮﻻ ﳡﺎ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﻟﻔﻆﺎ ﺑﻞ ﻣﻌﲎ ﻓﻘﻄ
Berhenti pada
kalimat yang kalimat sesudah dan sebelumnya tidak berkaitan dari segi lafazh
tetapi hanya berkaitan dari segi makna.[11]
Sebagai contoh, seorang qari memilih menghentikan
bacaannya pada akhir ayat berikut ini:
ﻮاﻟﺪﻳﻦ ﻳٶﻣﻨﻮﻦ ﳡﺎ اﻧﺰل اﻟﻴﻚ ﻮﻣﺎ اﻧﺰ لﻣﻦ ﻗﺒﻠﻚ ﻮﺑﺎﻻﺧﺮة ﻫﻢ ﻳﻮﻗﻨﻮﻦ
Dan mereka yang
beriman kepada kitab (al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab
yang telah dirurunkan sebelummu serta mereka yakin adanya (kehidupan) akhirat.
(Q.S. 2 al-Baqarah: 4)
Dari segi lafazh atau aturan ketatabahasaan (al-irab), berhenti pada akhir ayat di
atas sudah cukup memadai. Namun dari segi makna atau keterangan yang
ditampilakan, ayat tersebut masih bertalian dengan ayat selanjutnya yang
berbunyi:
اوﻟــــﺌﻚ ﻋﲆ ﻫﺪى ﻣﻦ رﺑﻫﻢ ﻮ اﻮﻟــــﺌﻚ
ﻫﻢ اﻟﻔﻠﺤﻮ ن
Mereka itulah
yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. al-Baqarah: 5)
Adapun tanda waqaf
yang dapat dijadikan pedoman untuk menunjukkan bahwa waqaf pada tempat tersebut tergolong sebagai Waqaf Kafi ialah tanda waqaf
Ja-iz ( ج ).
c) Waqaf Hasan
Hasan secara bahasa artinya baik. Waqaf Hasan menurut istilah ialah:
اﻟﻮﻗﻒ ﻋﲆ
ﻛﻠﻤﺔ ﺗﻌﻠﻖ ﻣﺎ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﺑﻫﺎ ﻮﳡﺎ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﻟﻔﻆﺎ ﻮﻣﻌﲎ ﺑﺴﺮﻃ ﳣﺎم اﻟﻜﻼم ﻋﻨﺪ ﺗﻠﻚ اﻟﻜﻠﻤﺔ
Berhenti
pada kalimat yang secara lafazh (atau al-i’rab)
dan makna masih berkaitan dengan kalimat
sebelum dan sesudahnya, tetapi dengan syarat susunan kalimatnya telah sempurna.[12]
Dengan kata lain, Waqaf Hasan ialah waqaf pada lafazh yang dipandang baik tetapi tidak baik bila
memulai lafazh sesudahnya. Alasannya karena waqaf
sesudahnya itu masih berhubungan secara lafazh dan makna dengan lafazh yang
di-waqaf-kan tadi.
Waqaf Hasan dapat terjadi di pertengahan ayat atau di akhir ayat. Contoh Waqaf Hasan pada pertengahan ayat ialah
berhenti pada lafazh:
اﳊﻤﺪﻟﻠﻪ......
Segala puji bagi Allah...
Dilihat dari susunan kalimatnya, waqaf di atas sudah sempurna,tetapi dari
segi lafazh dan makna masih berhubungan erat dengan lafazh selanjutnya, yakni:
ﺮب اﻟﻌﻠﻤﲔ (اﻟﻔﺎﲢﺔ:٢)....
....Tuhan
semesta alam.
Yang berkedudukan sebagai sifat dari
lafazh sebelumnya.
Adapun contoh Waqaf Hasan untuk akhir ayat ialah
menghentikan bacaan pada akhir ayat berikut ini:
ان اﻻﻧﺴﺎنﻟﻔﻲﺧﺴﺮ (اﻟﻌﺼﺮ: ٢)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian.
Dari segi susunan kalimat, waqaf di atas sudah baik, tetapi dari
segi lafazh dan makna masih berhubungan dengan ayat selanjutnya:
اﻻ اﻟﺪﻳﻦ اﻣﻨﻮا ﻋﻤﻠﻮا اﻟﺼﻠﺤﺖ ...... (اﻟﻌﺼﺮ: ٢)
Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh....
Yang berkedudukan sebagai mustatsna
(pengecualian) dari ayat sebelumnya.
Dengan demikian
jelaslah bahwa dalam Waqaf Hasan, dua
lafazh atau ayat yang terpisah karena pemberhentian bacaan, masih memiliki
hubungan erat dari segi lafazh dan makna.
Secara hukum,
seorang qari sebenarnya tidak dilarang melakukan pemberhentian bacaan
berdasarkan klasifikasi Waqaf Hasan,
apalagi untuk bacaan di akhir ayat. Yang perlu diperhatiakn ialah tatkala ia
melakukan di pertengahan ayat. Untuk kasus ini, sunah baginya mengulang bacaan
lafazh sebelumnya yang layak dan baik.[13]
Sebagai contoh untuk
Waqaf Hasan dipertengahan ayat,
seperti disebutkan dalam contoh di atas, seorang qari dapat memulai kembali
bacaannya (ibtida’) dari awal ayat: al-hamdulillahi... dan seterusnya.
Tanda waqaf yang dapat dijadikan pedoman guna
menunjukkan bahwa waqaf pada tempat
tersebut tergolong sebagai Waqaf Hasan
ialah tanda waqaf al-Washlu Aula ( ﺻﲆ ).
d) Waqaf Qabih
Secara bahasa,
qabih artinya buruk. Waqaf Qabih
menurut istilah adalah:
اﻟوﻗﻒ ﻋﲆ ﻟﻔﻈ ﻏﲑ ﻣﻔﻴﺪ ﻟﻌﺪم ﲤام اﻟﮑﻼم وﻗﺪ ﺗﻌﻠﻖ ﻣﺎ ﺑﻌﺪہ ﲟﺎ ﻗﺒﻠﻪ
ﻟﻔﻈﺎ وﻣﻌﲎ
Berhenti
pada kalimat yang memberikan makna tidak baik, karena susunan kalimatnya tidak
sempurna serta masih bertalian dengan kalimat sesudah dan sebelumnya, baik
dalam lafazh maupun makna.[14]
Buruknya
Waqaf Qabih setidaknya dapat ditinjau
dari dua segi:
- Segi Lafazh
Waqaf Qabih dinilai buruk
dari segi lafazh karena menyebabkan munculnya kerancuan dari segi tata bahasa
atau Ilmu Nahwu, terutama yang menyangkut permasalahan al-i’rab dan kedudukan kalimat. Bacaan yang dihentikan secara qabih (buruk), maknanya tidak bisa
dipahami. Atau kalaupun dapat dipahami, maknanya menjadi bertentangan, karena
sulit diketahui kepada apa atau siapa lafazh tersebut distandarkan.
Contohnya, waqaf pada lafazh بﺴﻢ dari lafazh بﺴﻢﷲ . Kedua lafazh ini tidak bisa dipisahkan karena
lafazh yang pertama berkedudukan sebagai mudlaf,
semantara lafazh berikutnya sebagai mudlaf
ilaih. Dua kata ini seumpama kalimat majemuk yang tidak boleh dipisahkan
satu sama lain.
Contoh lainnya ialah waqaf pada lafazh اﳊﻤد dari lafazh اﳊﻤدﷲ . lafazh pertama berkedudukan sebagai mubtada’, (pokok kalimat), sedangkan
lafazh kedua berkedudukan sebagai khabar
(keterangan).
- Segi Makna
Pemberhentian
bacaan secara qabih (buruk), yakni
pada kalimat yang belum sempurna, dapat menimbulkan pertanyaan tentang maksud
dari suatu ayat. Bahkan tidak mustahil, akan terjadi pula pengaburan makna atau
munculnya makna-makna lain yang bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Sebagai contoh, perhatikan beberapa potongan ayat berikut ini yang dihentikan
secara Waqaf Qabih:
ﻳﺎ اﻳﻬﺎ اﻟﺪﻳن اﻣﻨوا ﻻ ﺗﻘرﺑوا اﻟﺼﻠﻮة
......
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat....
(Q.S. 2 an-Nisa: 43)
و ﻣﺎﺧﻠﻘﻨﺎ اﻟﺴﻤﺎء و اﻻرض وﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ
......
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan
segala yang ada di antara keduanya... (Q.S.
21 al-Anbiya: 16)
ﻓوﻳﻞ ﻟﻠﻤﺼﻠﲔ .....
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat... (Q.S.
107 al-Ma’un: 4)
Dengan
demikian jelaslah bahwa seorang qari tidak boleh menghentikan bacaan al-Qurannya
dengan sengaja pada Waqaf Qabih,
kecuali karena keadaan darurat, seperti kehabisan napas, bersin, batuk dan
lain-lain. Hal-hal semacam ini tergolong sebagai Waqaf Idl-thirari. Dan sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan
tentang Waqaf idl-thirari sebelumnya, bacaan yang dihentikan secara darurat
tersebut harus diulangi (muraja’ah)
dari lafazh sebelumnya yang cocok dan baik.
Jika
ketentuan pengulangan bacaan ini diabaikan, maka dikhawatirkan terjadi
pengaburan makna dari kalimat yang dihentikan tersebut.
Sebagai
contoh, seorang qari berhenti pada lafazh-lafazh tertentu di bawah ini dan
memulai kembali bacaannya pada lafazh lanjutannya tanpa mengulang:
ﻟﻘﺪ ﺳﻤﻊ ﷲ ﻗول اﻟﺪﻳن ﻗﺎﻟوا ....
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan
orang-orang yang mengatakan... (Q.S. 3 al-Imran: 181)
Jika tidak diulang, maka makna dari kalimat
selanjutnya menjadi sangat kabur, bahkan berbahaya, yaitu:
.... ان ﷲ ﻓﻘﲑ وﳓن اﻏﻨﻴﺎء ......
...Sesungguhnya
Allah faqir dan kita kaya... (Q.S.
Ali Imran: 181)
Demikian pula jika bacaan berhenti pada lafazh
berikut ini:
ﻟﻘﺪ ﮐﻔر اﻟﺬﻳن ﻗﺎﻟوا .....
Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan...
(Q.S.
5 al-Ma-idah: 73)
Jika tidak diulang, maka makna dari kalimat
selanjutnya menjadi sangat kabur, bahkan berbahaya, yaitu:
.....ان ﷲ ﺛﺎﻟﺚ ﺛﻠﺜﺔ ......
...Sesungguhnya
Allah salah satu dari yang tiga...
(Q.S.
5 al-Ma-idah: 73)
Tanda waqaf yang dapat dijadikan pedoman guna menunjukkan bahwa waqaf
pada tempat tersebut tergolong sebagai Waqaf
Qabih ialah tanda waqaf ‘Adamul Waqf
( ﻻ ).
C. Skema
Macam-macam Waqaf
![]() |
[4] Misalnya, berhenti pada
kalimat yang belum sempurna lafazhnya atau maknanya, atau berhenti pada tempat
yang tidak dibenarkan. Lihat penjelasan tentang Waqaf Qabih.
[7] Tambahan nun pada lafazh tersebut adalah untuk
menjelaskan bahwa suatu isim (yakni
lafazh ibnai) idlafat kepada isim
sesudahnya (yakni lafazh adama).
Keberadaan nun mutlak adanya sebagai
ciri isim dari lafazh ibnai jika lafazh tersebut dibaca waqaf. Tetapi bila lafazh tersebut di-washal-kan, nun otomatis hilang sebagai syarat idlafat.
[12] Hidayatul Mustafid hlm. 26 dengan tambahan lafazh wa ma’na dari Ar-Raid fi Tajwidil Quran hlm.
36. lihat pula Kaifa Taqra-ul
Quran hlm. 175-176.
adakah komentar anda???
BalasHapusgak perlu komentar XD
BalasHapusmakasih \ :v /
cara me waqaf kan gimana??
BalasHapusBagaimana beribtida yang benar sedangkan tidak mengerti bahasa arab,sehingga tidak mengetahui kalimat yang benar untuk memulai bila terjadi waqaf idthirari.
BalasHapusAlhamdulillah terimakasih
BalasHapusAlhamdulillah trmkasih
BalasHapus