Selasa, 07 Mei 2013

Pengertian Munasabah

https://indoboclub.com/?ref=Rasyid

A.    Pengertian munasabah

Kata munasabah secara etimologi, menurut As-suyuthi berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Az-Zarkaysi memberi contoh sebagai berikut: fulan yunasib fulan, berarti dari kata itu lahir pula kata an-nasib yang berarti kerabat yang mempunyai hubungan, seperti dua orang bersaudara dan putra paman. Istilah munasabah digunakan dalam illat yang berarti al-wasf al-muqarib li al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum). Istilah munasabah juga di ungkapkan pula dengan kata rabth (pertalian).[1]
Menurut al-Suyuthi kata munâsabah menurut bahasa adalah mendekati (muqârabah). Adapun apabila dihubungkan kepada munasabah pada ayat-ayat atau surat dalam al-Qur’an, maka munasabah dapat bermakna mengaitkan antara ayat-ayat, yang terkaid dengan sebab lafazh  umum dan khusus, aqli, hissi (kasat mata) dan khayali  atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa kegunaan ilmu ini adalah menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis.[2]
Manna’ al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an menyebutkan pengertian munasabah dalam ulumul qur’an adalah mengubungkan satu rangkaian kalam dengan kalam lainnya dalam satu ayat atau satu ayat dengan ayat lainnya ataupun antara satu surat dengan surat lainnya. Selanjut beliau merincikan beberapa munasabah al-Qur’an antara lain :
1.    munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an
2.    Munasabah antara surat-surat dalam al-Qur’an
3.    Munasabah pembuka dan penutup surat.[3]


1.      Menurut Az-Zarkaysi:[4]
سخيف هو الشيء الذي لا يمكن فهمه. عندما واجه السبب، لا بد من قبول هذا السبب.
Artinya:
“munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.”

2.      Menurut Manna’ Al-Qaththan:[5]
سخيف هو الرابط بين بعض العبارات في فقرة، أو بين الفقرات في بضع فقرات، أو بين الحروف
Artinya:
“munasabah adalah sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antarayat pada beberapa ayat, atau antarsurat (di dalam surat)”

3.      Menurut Ibn Al’Arabi:[6]
سخيف هو المرفق إلى آيات من القرآن الكريم حتى كما لو أنه هو تعبير عن أن لديها وحدة المعنى وتحرير النظام. سخيف هو العلم الذي هو كبير.
Artinya:
 munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.

4.      Menurut Al-Biqa’i: )[7]
munasabah adalah ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan-urutan bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.


Jadi, dalam konteks ulumul qur’an, munasabah berarti menjelakan korelai makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum  atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali); atau korelasi berupa sebab-akibat,’illat dan ma’lul, perbandingan dan perlawanan.[8]

B.     Cara Mengetahui Munasabah
Untuk mengetahui munasabah dalam Al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Menurut As-Suyuthi ada beberapa langkah untuk menemukan munasabah yaitu:
1.      Memprhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian
2.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tdak
4.      Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkaan bahasannya dengan benar dan tidak berlebihan.[9]


[1] Badr Ad-Din Muhammad bi ‘Abdullah Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran,jilid I, hlm.35.
[2] Jalaludin As-suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Fikr, Beirud, jilid I, hlm 108
[3] Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Quran, Mansyurat Al-‘Ashr Al-hadis, ttp.,1973, hlm.97.
[4] Badr Ad-Din Muhammad bi ‘Abdullah Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran,jilid I, hlm.35
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Burhanuddin Al-Biqai’i, Nazhm Ad-Durar fi Tanasub Al-ayat wa As-Suwar,jilid I, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An-nu’maniyah bi Haiderab, India, 1969,hlm.6.
[8] Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliki Al-Husni,Mutiara ilmu-Ilmu Al-Quran, terj. Rosihon Anwar, pustaka Setia, Bandung,1999,hlm.305.
[9] As-Suyuthi,Al-Itqan........, hlm.110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar